Jumat, 19 Desember 2014

Adat istiadat Minangkabau



Empat Jenis Adat di Minangkabau ( ADAT ISTIADAT MINANGKABAU )
Adat Minangkabau terdiri atas empat jenis yaitu :

1. Adat nan sabana Adat
2. Adat nan diadatkan oleh nenek moyang.
- Kedua jenis Adat pada 1 dan 2 hukumnya babuhua mati (tidak boleh dirobah-robah walau dengan musyawarah mufakat sekalipun ).
3. Adat teradat.
4. Adat Istiadat.
-Kedua jenis Adat pada 3 dan 4 hukumnya babuhua sentak (boleh dirobah-robah asal dengan melalui musyawarah mufakat).

1. Adat nan sabana adat.
a. Adat nan sabana Adat, adalah ketentuan hukum, sifat yang terdapat pada alam benda, flora dan fauna, maupun manusia sebagai ciptaan-Nya (Sunatullah). Adat nan sabana Adat ini adalah sebagai SUMBER hukum Adat Minangkabau dalam menata masyarakat dalam segala hal. Dimana ketentuan alam tersebut adalah aksioma tidak bisa dibantah kebenarannya. Sebagai contoh dari benda Api dan Air, ketentuannya membakar dan membasahkan. Dia akan tetap abadi sampai hari kiamat dengan sifat tersebut, kecuali Allah sebagai sang penciptanya menentukan lain (merobahnya).

b. Alam sebagai ciptaan-Nya bagi nenek moyang orang Minangkabau yakni Datuak perpatiah nan sabatang dan datuak ketumanggungan diamati, dipelajari dan dipedomani dan dijadikan guru untuk mengambil iktibar seperti yang disebutkan dalam pepatah-petitih Adat :
Panakiak pisau sirawik, ambiak galah batang lintabuang,
silodang ambiakkan niru, nan satitiak jadikan lawik,
nan sakapa jadikan gunuang, Alam Takambang Jadi Guru.


2. Adat nan diadatkan oleh nenek-moyang.
a. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya diatas yakni dengan meneliti, mempedomani, mempelajari alam sekitarnya oleh nenek-moyang orang Minangkabau, maka disusunlah ketentuan-ketentuan alam dengan segala fenomena-fenomenanya menjadi pepatah-petitih, mamang, bidal, pantun dan gurindam Adat dengan mengambil perbandingan dari ketentuan alam tersebut, kemudian dijadikan menjadi kaidah-kaidah sosial untuk menyusun masyarakat dalam segala bidang seperti : ekonomi, sosial budaya, hukum, politik, keamanan, pertahanan dan sebagainya.

b. Karena pepatah-petitih tersebut dicontoh dari ketentuan alam sesuai dengan fenomenanya masing-masing, maka kaidah-kaidah tersebut sesuai dengan sumbernya tidak boleh dirobah-robah walau dengan musyawarah mufakat sekalipun. Justru kedua jenis Adat pada huruf a dan b karena tidak boleh dirobah-robah disebut dalam pepatah :
Adat nan tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan,
dianjak tak layua, dibubuik tak mati,
dibasuah bahabih aia, dikikih bahabih basi.

Artinya adalah Kebenaran dari hukum alam tersebut . Selama Allah SWT, sebagai sang pencipta ketentuan alam tersebut tidak menentukaan lain, maka ketentuan alam tersebut tetap tak berobah.
contoh pepatah :

lawik barombak, gunuang bakabuik,
lurah baraia, api mambaka,
aia mambasahkan,batuang babuku,
karambia bamato, batuang tumbuah dibukunyo,
karambia tumbuah dimatonyo .


Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Adat nan diadatkan nenek moyang adalah merupakan pokok-pokok hukum dalam mengatur masyarakat MinangKabau dalam segala hal, yang diadatkan semenjak dahulu sampai sekarang. Uraian secara agak mendasar kita kemukakan dalam halaman selanjutnya pada kaidah-kaidah dalam pepatah-petitih, mamang, bidal, pantun, dan gurindam Adan nantinya. Pepatah-petitih, mamang bidal, pantun dan gurindam Adat yang disusun dari ketentuan-ketentuan alam dengan dengan segala fenomenanya itu berguna untuk mengungkapkan segala segala sesuatu dalam pergaulan seperti : Menyuruh, melarang, membolehkan, ke-baikan, keburukan, akibat yang baik, akibat yang buruk, kebenaran, keadilan, kemakmuran, kerusuhan, kebersamaan, keterbukaan, persatuan dan kesatuan, bahaya yang menimpa, kesenangan, kekayaan, kemiskinan, kepemimpinan, kepedulian, rasa sosial, keluarga, masyarakat, moral dan akhlak, dan sebagainya.

3. Adat Teradat
a. Adat teradat adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penghulu-penghulu Adat dalam suatu nagari, peraturan guna untuk melaksanakan pokok-pokok hukum yang telah dituangkan oleh nenek moyang (Dt. Perpatiah Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan) dalam pepatah-petitih Adat. Bagaimana sebaiknya penetapan aturan-aturan pokok tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan tidak bertentangan dengan aturan-aturan pokok yang telah kita warisi secara turun-temurun dari nenek-moyang dahulunya. Sebagai contoh kita kemukakan beberapapepatah-petitih, mamang, bidal, Adat yang telah diadatkan oleh nenek moyang tersebut diatas seperti :
Abih sandiang dek Bageso, Abih miyang dek bagisiah.
Artinya nenek-moyang melalui pepatah ini melarang sekali-kali jangan bergaul bebas antara dua jenis yang berbeda sebelum nikah (setelah Islam) atau kawin (sebelum Islam).

- Untuk terlaksananya ketentuan larangan ini oleh anggota masyarakat, maka pemimpin-pemimpin adat di suatu nagari bermusyawarah untuk mufakat dengan hasil mufakat bulat. Dilarang bagi kaum wanita remaja keluar malam setelah jam delapan, kecuali ditemani oleh orang tuanya. Peraturan ini hanya berlaku di nagari tersebut saja, belum tentu tidak berlaku pada nagari lainnya. (disebut juga Adat Salingka nagari).
lain nagari lain adatnyo, lain padang lain belalangnyo,
lain lubuak lain ikannyo.


- Setiap perkawinan kaidah pokok dari nenek-moyang

ayam putiah tabang siang, basuluah matohari,
bagalanggang mato rang banyak, datang bajapuik pai baanta,
arak sapanjang labuah, iriang sapanjang jalan.


Untuk pelaksanaan aturan pokok tentang perkawinan ini, maka nagari-nagari penghulunya membuat peraturan pelaksanaan melalui musyawarah mufakat. Ada dengan ketentuan ada nagari yang membuat keputusan pelaksanaan jemput antar disiang hari, ada pula dimalam hari dengan mengutamakan seluruh masyarakat mengetahui bahwa sipolan dengan sipolin telah nikah. Ada pula keputusan penghulu disuatu nagari yang membuat peraturan seperti : Kedua marapulai diarak dengan pakaian yang diatur pula dengan musyawarah. Aturan Adat ini belum tentu sama dengan aturan nagari lainnya.

b. Begitupun peresmian SAKO(gelar pusaka) kaum atau penghulu, ada nagari yang memotong kerbau, ada banteng, ada kambing, ada dengan membayar uang adat kenagari yang bersangkutan. Semuanya adalah aturan pelaksanaan dari peresmian satu gelar pusaka kaum (Sako) yang diambil keputusannya melalui musyawarah mufakat. dan lain sebagainya.
Lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain balalangnyo.

4. Adat Istiadat
1. Adat Istiadat adalah peraturan-peraturan yang juga dibuat oleh penghulu-penghulu disuatu nagari melalui musyawarah mufakat sehubungan dengan sehubungan dengan KESUKAAN anak nagari seperti kesenian, olah raga, pencak silat randai, talempong, pakaian laki-laki, pakaian wanita, barang-barang bawaan kerumah mempelai, begitupun helat jamu meresmikan S a k o itu tadi. Begitu pula Marawa, ubur-ubur, tanggo, gabah-gabah, pelamina dan sebagainya yang berbeda-beda disetiap nagari. Juga berlaku pepatah yang berbunyi :
Lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain balalangnyo,
lain nagari lain adatnyo (Istiadatnya) .


2. Kedua jenis adat nan teradat dan Adat Istiadat tersebut adalah peraturan pelaksanaan dari aturan-aturan pokok yang telah diciptakan oleh nenek-moyang, dimana dua macam jenis huruf c dan d Adat nan babuhua sentak artinya : aturan Adat yang dapat dirobah, dikurangi, ditambah dengan melalui musyawarah mufakat dan selama tidak bertentangan dengan pokok hukum yang telah dituangkan dalam pepatah-petitiah ciptaan nenek-moyang (kato Pusako) Adat.

Namun keempat jenis Adat tersebut merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, secara utuh disebut ( ADAT ISTIADAT MINANGKABAU ).https://fbcdn-sphotos-c-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xpa1/v/t1.0-9/1919376_160582309683_7190671_n.jpg?oh=108922d725c8482f3de50a5a64883f95&oe=54D2CABA&__gda__=1426807899_84678f2151fe9ed7e78b4dbad104732a







Pakaian Adat Minang Kabau dan Penjelasannya

Pakaian Adat Minangkabau dan Penjelasannya

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiGa-BQJXciL8ywJTyX8146mXWYGJzXj2PBLH_m8Sgk_7HFw4YOLkKQTW_iril9axOG_it0-FZYot29oXV-j74_gGV52XCfGXQSWst_NA8KrHKn1ywKmTMSaIRl1jeBXsdSv-2253QCCsS/s320/baju-pengantin-minangkabau.jpg
Pakaian Adat Minangkabau
Pakaian Adat Minangkabau dan Penjelasannya-Pakaiaan adat khas Minangkabau Sumatra Barat sangatlah feminim bila dilihat dari sudut busananya. Pakaian Khas Sumatra Barat di bagi menjadi dua yaitu : Pakaian Tradisional dari Minangkabau dan Pakaian Bundo Kanduang. Produk yang kami iklankan ini merupakan bagian dari Pakaian Bundo Kanduang. Seorang bundo kandung mengenakan tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek sebagai penutup kepala. Bahannya berasal dari kain balapak tenunan Pandai Sikat Padang Panjang . Bentuknya seperti tanduk kerbau dengan kedua ujung runcing berumbai dari emas atau loyang sepuhan. Pemakaian tengkuluk ini melambangkan bahwa perempuan sebagai pemilik rumah
gadang.Seorang wanita yang telah diangkat menjadi bundo kanduang (bunda kandung) memegang peranan penting dalam kaumnya. Tidak semua wanita dapat menjadi bundo kandungan. Ia haruslah orang yang arif bijaksana, kata-katanya didengar, pergi tempat bertanya dan pulang tempat berita. Ia juga merupakan peti ambon puruak , artinya tempat atau pemegang harta pusaka kaumnya. Oleh karena itu memiliki pakaian adat yang berbeda dengan wanita lainnya. Seperti juga pada pakaian penghulu, masing-masing daerah adat di Minangkabau memiliki variasinya masing-masing. Tetapi umumnya kelengkapan pakaian bundo kanduang terdiri dari tengkuluk, baju kurung, kain selempang, kain sarung, dan berhiaskan anting-anting serta kalung.

Pakaian Adat Minangkabau sebagai Pakaian Pengantin

Pakaian adat merupakan pelengkap bagi sebuah pernikahan adat, beberapa tradisi di Indonesia tetap memegang teguh pakain adat ini untuk nantinya diwariskan kepada anak cucunya. Kita ketahui bersama bahwa suku di Indonesia sangat beragam, oleh karena itu pernikahanadat.blogspot.com akan berusaha mencari dan membantu para calon pengantin yang ingin mengetahui tentang busana pernikahan adat di daerahnya.

Pakaian Minangkabau sebagai Pakaian Pengantin

Dalam alek di minangkabau pada umumnya pengantin wanita menggunakan suntiang. Suntiang adalah hiasan kepala pengantin perempuan di Minangkabau atau Sumatra Barat. Hiasan yang besar warna keemasan atau keperakan yang khas itu, membuat pesta pernikahan budaya Minangkabau berbeda dari budaya lain di Indonesia. Perempuan minangkabau mesti bangga dengan budaya minangkabau, terutama soal pakaian pengantin. secara turun temurun, busana pengantin Minangkabau sangat khas, terutama untuk perempuannya, yaitu selain baju adat-nya baju kurung panjang dan sarung balapak, tak ketinggalan sunting.
Sedangkan untuk hiasan kepala sebenarnya beragam bentuknya. Saat ini, hiasan kepala "Suntiang Kambang” asal Padang Pariaman lah yang di lazim digunakan di Sumatera Barat. Padahal ada banyak bentuk hiasan kepala, ada yang berupa sunting Pisang Saparak (Asal Solok Salayo), Sunting Pinang Bararak(Dari Koto nan Godang Payakumbuh), Sunting Mangkuto (dari Sungayang), Sunting Kipeh (Kurai Limo Jorong), Suntiang Sariantan (Padang Panjang), Suntiang Matua Palambaian, dll.
Tidak hanya sunting, di beberapa daerah juga mengenakan Tikiluak Tanduak dengan beragam bentuk, seperti tikuluak tanduak batipua, tanduak lilik (payakumbuh), Tanduak Balenggek dari Sungayang, Tanduang dari Lintau Buo, termasuak Tikuluak Kecubung dari Magek. Dan ada yang hanya berupa kain yang di lekapkan ke kepala, yaitu tengkuluk khusus yang disebut talakuang serta baju kurung yang disebut Batabue atau Bertabur, seperti di Koto Gadang. Sayangnya, beragam hiasan tersebut sudah jarang digunakan. Disamping karena ketidak laziman juga karena ketidak tahuan kita. Sehingga, hanya Suntiang Gadang lah yang dianggap betul-betul baju Anak Daro di Minangkabau.
Suntiang sendiri dirangkai menggunakan kawat ukuran satu perempat yang dipasang pada kerangka seng aluminium seukuran kepala. Pada kawat itu dipasang sedikitnya lima jenis hiasan. Kelima hiasan itu dinamakan suntiang pilin, suntiang gadang, mansi-mansi, bungo, dan jurai-jurai. Besarnya sebuah suntiang diukur dengan jumlah mansi atau kawat. Suntiang paling besar ukurannya 25 mansi, kemudian 23 mansi, dan 21 mansi yang paling umum dipakai saat ini. Suntiang yang dibuat juga dibagi tiga jenis berdasarkan bahan. Yang lebih berat dan mahal yang masih dibuat saat ini terbuat dari mansi padang (sejenis seng aluminium kuningan). Kemudian mansi kantau atau biasa, dan yang sekarang mulai banyak dipakai, terutama untuk pelajar, suntiang dari plastik yang jauh lebih ringan. Tapi yang paling bagus sebaiknya nanti dibuat dari titanium, sayangnya masih mahal.
Suntiang tidak terlepas dari perangkatan pakaian limpapeh Rumah nan Gadang di Minangkabau. Suntiang ini dipakai oleh anak gadis yang berpakaian adat maupun oleh pengantin wanita. Mengenai jenis dan nama suntiang ini berbagai ragam. Secara garis besar jenis suntiang ini adalah sbb :
   1. Suntiang bungo pudieng (suntiang berbunga puding)
   2. Suntiang pisang saparak (suntiang pisang sekebun)
   3. Suntiang pisang saikek (suntiang pisang sesisir)
   4. Suntiang kambang loyang (suntiang pisang sesisir)
Dari segi ikat (dandanan) dengan segala variasinya suntiang ini dapat pula dibedakan, suntiang ikat pesisir, suntiang ikat Kurai, suntiang ikat Solok Selayo, suntiang ikat Banuhampu Sungai Puar, suntiang ikat Lima Puluh Kota, suntiang ikat Sijunjung Koto Tujuh, suntiang ikat Batipuh X Koto, suntiang ikat Sungayang, dan Lintau Buo.
Suntiang ikat bungo pudieng banyak dipakai didaerah Batipuh Tanah Datar. Suntiang pisang separak banyak dipakai didaerah Luhak Lima Puluh Kota, Solok, Sijunjung Koto Tujuh, dan Sungai pagu. Suntiang pisang sasikek banyak dipakai di daerah Pesisir. Suntiang kambang loyang banyak dipakai di daerah lain.
Untuk baju, Minangkabau hanya mengenal dua jenis baju, yaitu baju kurung basiba dan baju kurung melayu (kebaya panjang). Baju ke dua ini lazim digunakan di daerah psisir barat, parang dan pariaman. Demikian juga halnya dengan warna, baju adat MinangKabau punya warna-warna pakem yang menjadi ciri khasnya. baju kurung warna merah dan gold sebagai ciri daerah Padang dan warna hitam sebagai ciri daerah Solok.
Baju-baju adat MinangKabau yang biasanya adalah semacam baju kurung yang longgar (tidak ketat), tebal (tidak transparan, tidak menerawang, tidak tembus pandang), sopan, tertutup mulai dari leher sampai ke mata kaki dan dihiasi dengan tutup kepala yang bentuknya beraneka ragam sesuai dengan daerah asal yang lebih spesifik. Oleh karena baju adat minangkabau yang cenderung tertutup, longgar dan tidak transparan ini, maka sangat mudah memadukannya dengan jilbab tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya.
Perlengkapan pakaian adat Limpapeh Rumah Nan Gadang dibuat oleh orang Minangkabau sendiri. Ada daerah yang cukup terkenal dengan pandai sulam ini di Minangkabau seperti Padang, Pariaman, Tanjung Sungayang, Batipuh Bunga Tanjung, Koto Gadang, Payakumbuh. Sedangkan Pandai Sikat terkenal dengan tenunan kain upieh (kain balapak). Bukittinggi terkenal sebagai tempat penjual suntiang dalam berbagai bentuk dan ukuran. Umumnya biro tata rias anak daro di seluruh Sumatera Barat, bahkan di luar provinsi itu, termasuk Jakarta membeli suntiang ke toko-toko di Bukittinggi. Tapi, suntiang sendiri sebenarnya dibuat sekelompok perajin di Kampung Pisang, Kecamatan Empat Koto, Kabupaten Agam. Sayang, hal ini tak banyak diketahui orang.

Makna Simbolik yang Terkandung dalam Busana Adat Minangkabau

1. Busana Bagian Atas

Tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek adalah penutup kepala yang terbuat dari kain balapak. Perlengkapan ini bentuknya seperti tanduk (runcing) yang berumai emas atau loyang sepuhan. Makna simbolik dari perlengkapan ini adalah kepemilikan rumah gadang. Artinya, orang yang mengenakannya adalah bundo kanduang (pemilik suatu rumah gadang).

2. Busana Bagian Tengah

Baju kurung dengan warna hitam, merah, biru, atau lembayung yang dihiasi dengan benang emas dan tepinya diberi minsai bermakna simbolik, terutama minsai-nya, bahwa seorang bundo kanduang dan kaumnya harus mematuhi batas-batas adat dan tidak boleh melanggarnya. Sementara, balapak yang diselempangkan dari bahu kanan ke rusuk kiri bermakna simbolik bahwa seorang bundo kanduang bertanggung jawab melanjutkan keturunan.

3. Busana Bagian Bawah

Kain sarung (kodek) balapak bersulam emas bermakna simbolik kebijaksanaan. Artinya, seorang bundo kanduang harus dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, sebagaimana yang diibaratkan oleh pepatah “memakan habis-habis, menyuruk (bersembunyi) hilang-hilang”.

4. Perhiasan

Selain pakaian ada pula beberapa perhiasan atau aksesoris yang digunakan oleh bundo kanduang. Perhiasan tersebut terdiri dari seperangkat kaluang (kalung) yang terdiri dari sembilan macam bentuk, seperangkat gelang dan cincin yang juga terdiri dari bermacam bentuk. Perhiasan-perhiasan tersebut pada umumnya terbuat dari bahan emas dan batu alam. Perhiasan seperti seperangkat kaluang dan galang serta cincin memiliki perbedaan yang khusus jika dibandingkan dengan perhiasan wanita pada umumnya, sebab merupakan simbol-simbol yang mengandung norma-norma dan nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, dapat dikatakan bahwa perhiasan yang dikenakan oleh bundo kanduang tidak hanya berfungsi untuk memperindah penampilan, melainkan juga memiliki makna tertentu yang terkait dengan adat istiadat Minangkabau. Kalung dan gelang tersebut hanya dipakai pada saat dilaksanakan upacara adat dimana bundo kanduang hadir dengan segala kebesarannya sebagai seorang pemimpin adat. Berikut ini adalah beberapa macam perhiasan (kalung, gelang dan cincin) yang biasa digunakan oleh bundo kanduang di dalam melaksanakan upacara adat.

Nilai Luhur yang terkandung dalam Pakaian Adat Minangkabau

Fungsi busana bagi seseorang tidak hanya sekedar sebagai pelindung tubuh dari cuaca dingin dan teriknya sinar matahari, tetapi juga mempunyai fungsi lain dalam struktur sosial suatu masyarakat. Dari busana yang dikenakan oleh seseorang dapat diketahui status sosial orang yang bersangkutan dalam masyarakatnya. Pada masyarakat Minangkabau misalnya, busana adat yang dikenakan oleh para pemangku adat (datuk dan sutan) berbeda dengan orang kebanyakan, sehingga orang mengetahui secara persis status sosial si pemakainya. Demikian juga busana yang dikenakan oleh bundo kanduang berbeda dengan perempuan kebanyakan. Busana yang dikenakan oleh bundo kanduang juga tidak hanya sekedar busana, tetapi di baliknya ada makna simbolik yang sarat dengan nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan. Nilai-nilai itu adalah: kepimpinan, keteguhan dan kebertanggung-jawaban, kebijaksanaan, kehematan, kerja keras, ketauladan, ketaqwaan, pengayoman, dan ketaatan.
Nilai kepemimpinan tercermin dalam makna simbolik penutup kepala disebut tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek. Penutup kepala ini adalah sebagai simbol seorang pemimpin dalam rumah gadang.
Nilai keteguhan dan kebertanggung-jawaban tercermin dalam makna simbolik minsai dan balapak. Minsai adalah simbol bahwa seorang bundo kandung dan kaumnya tahu persis tentang adat dan tidak boleh melanggarnya. Sedangkan, balapak adalah simbol penerus keturunan. Artinya, seorang bundo kandung bertanggung jawab melanjutkan keturunan.
Nilai kebijaksanaan tercermin dalam makna simbolik kain sarung (kodek) balapak bersulam emas, yaitu seorang bundo kanduang harus dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sedangkan, nilai kehematan tercermin dalam makna simbolik dukuah nasura, yaitu orang hidup mesti dapat menerapkan sikap mental hemat.
Nilai kerja keras tercermin dalam makna simbolik dukuah palam, yaitu hidup tidak boleh menyerah (pasrah) tetapi harus berpikir, berbuat dan berjuang untuk memperoleh sesuatu demi kesejahteraan manusia.
Nilai ketauladanan tercermin dalam makna simbolik dukuah uang dukat, yaitu bundo kandung merupakan cermin seorang perempuan Minangkabau yang dapat menjadi pengayom bagi kaumnya dalam menjalani kehidupan.
Nilai ketaqwaan tercermin dalam makna simbolik: dukuah rago-rago, dukuah pinyaram, kaban ketek, kaban manangah dan Kaban gadang, Rukun Islam yang harus dilaksanakan oleh setiap orang Minangkabau, khususnya yang menganut agama Islam.
Nilai pengayoman tercermin dalam makna simbolik galang ula tigo balik, yaitu paga diri yang berguna untuk melindungi seluruh anak kemenakan (kaum) bundo kanduang. Artinya, seorang bundo kanduang diharapkan dapat melindungi nagarinya dari kerusakan atau kekacauan.
Nilai Ketaatan tercermin dalam makna simbolik galang gadang, yaitu sebagai pamagar (pagar). Artinya, semua tindakan atau tugas yang dilaksanakan oleh bundo kanduang harus sesuai dengan aturan adat dan disetujui oleh mamak atau panghulu. (gufron)








http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/93/Minangkabau_wedding_2.jpg
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/45/Minangkabau_wedding.jpg/300px-Minangkabau_wedding.jpg


http://www.pelaminanminang.com/wp-content/themes/minang/slide-img/tanduk_ameh_pelaminan_pengantin_minang.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjli0CS3apS-gnhrJorK4iCX_CK2l89_9kAY7gFlVp6CAzk34DMqXYJ2Dhx1Xr671YfLN4oK4XwWJ_J_a72iwvxlzAdUJisK70KgsryT3whNZoO3F3D4OgTCs_nN8s-k3pBQiUoFdF-6uK7/s1600/padang+2.JPG

Mengikuti Acara Baralek Minang di Baso, Agam Sumatera Barat







1 Vote

IMG_2483
Saya baru saja menghadiri pesta perkawinan adat minang atau yang biasa dikenal dengan nama Baralek, Bisa juga ditambahi akhiran Baralek Gadang jika pestanya diadakan secara meriah dan memiliki banyak prosesi. Namun orang minang biasanya hanya menyebut dengan Baralek jika diadakan secara sederhana. Rupanya acara baralek ini sudah memiliki pakem tradisi tersendiri yang secara turun temurun diwarisi oleh adat. Namun bisa saja setiap nagari memiliki perbedaan dalam penyelenggaraannya.
IMG_2481
Kali ini saya khusus datang menghadiri baralek Suwatril Anton Rajo Bagindo dengan Zahratul Aini di salah satu daerah Kabupaten Agam yaitu di Jorong Sungai Janiah Baso, Sumatera Barat. Karena acaranya sudah dimulai sejak kamis (20/12/2012) sedangkan saya baru bisa hadir jum’at (21/12/2012) maka saya cuma bisa hadir di acara baralek Marapulai alias pesta resepsi di rumah mempelai pria. Sebagaimana umumnya pesta pernikahan, baralek merupakan pesta penting yang diadakan oleh keluarga mempelai.
Saya sendiri dalam rangka masih belajar adat istiadat minang mengetahui bahwa di daerah Sumatera Barat acara pernikahan disebut baralek (artinya perhelatan). Kata baralek yang pada mulanya dipersepsikan sebagai acara resepsi yang diselenggarakan setelah akad nikah sekarang ini maknanya sudah bergeser. Kalimat bilo baralek? dapat juga diartikan “kapan menikah?”. Nah kalimat ini sering ditanyakan kepada saya…saya jawab Insya Allah tunggua tangga mainnya sajo…hahaha
IMG_2458IMG_2457
Yang saya kagum adalah acara baralek kali ini diadakan di rumah bukan di gedung. Umumnya masyarakat Minang yang masih tinggal di kampung tetap mempertahakan adat ini. Mereka akan mengundang tetangga untuk masak bersama sebagai persiapan hidangan baralek. Nah disini sengaja dihidupkan suasana rukun dan gotong royong bersama. Untuk pesta pernikahan sendiri saya diceritakan bahwa masing-masing mempelai bisa mengadakan pesta sendiri-sendiri.Jadi, keluarga mempelai wanita (disebut anak daro) mengadakan baralek sendiri di rumahnya dan keluarga mempelai pria (disebut marapulai) juga baralek di rumahnya.Ada baraleknya di hari yang sama namun kebanyakan berbeda 1 atau 2 hari. Tapi itulah tradisi minang. Nah saya bingung kalau baraleknya diadakan di hari yang sama bagaimana ya prosesnya?
Oh iya acara baralek sendiri dimulai dengan proses manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria). Kenapa karena dalam adat minang masih menerapkan garis matrilineal (garis ibu). Sehingga pengantin pria harus dijemput oleh keluarga wanita untuk dijadikan urang sumando di keluarga anak daro.Nah proses menjemputnya dilakukan oleh pihak keluarga wanita tanpa anak daro dengan membawa pakaian pengantin marapulai dan carano yang berisi daun sirih, rokok, dan lain-lain, serta dua orang sumandan (dua orang perempuan yang akan mendampingi marapulai).
IMG_2466IMG_2459IMG_2465
Nah didalam rumah itu bagaikan istana yang dihiasi banyak ornamen warna-warni khas minang. Sampai saya tidak menemukan sedikit celahpun mana pintu dan dinding rumah karena semuanya ditutupi oleh kain panjang yang umumnya berwarna emas dan merah. Didekat pintu masuk biasanya akan ada sebuah pelaminan tempat bersanding pengantin yang biasanya tamu datang pertama kali memberi ucapan selamat kemudian adalah makan bersama secara hidangan di depan pelaminan.
Nah dalam acara baralek tidak dikenal prasmanan dalam menyajikan makanan pesta.Hal ini sesuai dengan ketentuan adat bahwa semua penyajian makanan harus di hidangkan dalam beberapa kelompok undangan. Semua makanan tersaji dalam sebuah meja besar atau bisa juga diganti dengan taplak meja panjang yang berisi menu-menu khusus khas Minang secara lengkap.
IMG_2479IMG_2473IMG_2474IMG_2477
Menunya mirip dengan restoran minang dengan penyajian yang beraneka ragam mulai dari rendang, gulai daging dan ayam, baluik, gulai buncis, dendeng balado, gulai ikan, dan lain-lain.Semuanya adalah masakan orang kampung yang tentu saja rasanya jauh berbeda dengan restoran Minang yang sering kita nikmati di pulau Jawa. Eh sebelumnya saya makan menggunakan tangan tanpa sendok karena sendok cuma disediakan buat mengambil hidangan saja. Jadi sebelum makan ada sebuah mangkuk kecil berisi air untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah yang khusus disediakan buat satu orang. Nah biasanya mempelai akan melihat tamu yang datang sambil berkali-kali bilang disuruh tambuahtambuah, dan tambuah lagi oleh tuan rumah.Yang ini membuat saya ketagihan ingin mencoba semua makanan cuma tengsin ga enak sama keluarga marapulai akhirnya bilang saja sudah kenyang hahahaha.
IMG_2468IMG_2471IMG_2472IMG_2463IMG_2467
Nah setelah selesai makan, tamu akan berbincang sebentar sambil menikmati sajian penutup berupa kue-kuedan buah-buahan yang cuma ada saat baralek.  Saya terlanjur suka dengan kue randang bareh alias rendang beras yang rasanya mirip sagon. Selama menikmati sajian penutup saya amati pakaian mempelai yang memang mewah dan megah. Pakaian pengantin marapulai mirip pakaian matador. Bukan mirip bahkan sama kayaknya. Atau hanya saya saja beranggapan begitu ya? Eh bukan saya perhatikan kembali adalah gabungan antara pakaian teluk belanga dan pakaian matador (ada sejarah yang bilang jika baju marapulai di daerah Minang merupakan pengaruh kebudayaan Portugis di pesisir barat Sumatera pada zaman orang Portugis menjelajahi dunia mencari rempah-rempah). Sedangkan Anak daro memakai suntiang di atas kepala, semacam mahkota dari ratusan helai lempeng kuningan yang disusun seperti setengah lingkaran. Pertanyaannya berapa berat sesungguhnya suntiang itu? hanya anak daro  yang bisa merasakannya. Eh jadi inget dulu pas nyokap nikah sama bokap juga menggunakan pakaian kebesaran Minang.
Nah tanda lain untuk menunjukkan ke khalayak ramai jika ada baralek adalah dengan adanya marawa. Sejenis bendera khas Minang yang terdiri atas warna hitam, merah, dan kuning. Di Pulau Jawa umumnya kita menggunakan hiasan janur kuning. Namun di Minang cukup menggunakan umbul-umbul marawa sudah cukup untuk memberi tanda adanya baralek. Ah suatu saat saya akan menyelenggarakan baralek…..amiin. Saya mulai menyukai adat minang dan budaya Indonesia sebagai warisan budaya bangsa dan sekali lagi saya cinta Indonesia.
Selanjutnya saya berkeliling-keliling sekitar Baso dan bercengkrama dengan penduduk setempat yang ramah-ramah. Mereka sangat antusias dengan kedatangan saya terutama anak-anak. Indah memang lokasi  di ranah minang ini. Saya berharap suatu saat memiliki kampung halaman yang indah ini dan menyukai penduduk yang sederhana.
IMG_2514IMG_2486IMG_2490IMG_2491IMG_2492IMG_2493IMG_2495IMG_2498IMG_2503IMG_2505IMG_2506IMG_2507IMG_2510IMG_2511


Kebudayaan Minangkabau (ppt)
Kebudayaan Minangkabau (ppt)
http://image.slidesharecdn.com/minangkabau-130902100645-phpapp01/95/kebudayaan-minangkabau-ppt-2-638.jpg?cb=1378134459
http://image.slidesharecdn.com/minangkabau-130902100645-phpapp01/95/kebudayaan-minangkabau-ppt-3-638.jpg?cb=1378134459
http://image.slidesharecdn.com/minangkabau-130902100645-phpapp01/95/kebudayaan-minangkabau-ppt-4-638.jpg?cb=1378134459
http://image.slidesharecdn.com/minangkabau-130902100645-phpapp01/95/kebudayaan-minangkabau-ppt-5-638.jpg?cb=1378134459http://image.slidesharecdn.com/upacarapendirianrumahgadangminangkabausumaterabarat-111220074955-phpapp02/95/upacara-pendirian-rumah-gadang-minang-kabau-sumatera-barat-2-728.jpg?cb=1324389617
http://image.slidesharecdn.com/upacarapendirianrumahgadangminangkabausumaterabarat-111220074955-phpapp02/95/upacara-pendirian-rumah-gadang-minang-kabau-sumatera-barat-3-728.jpg?cb=1324389617
http://image.slidesharecdn.com/upacarapendirianrumahgadangminangkabausumaterabarat-111220074955-phpapp02/95/upacara-pendirian-rumah-gadang-minang-kabau-sumatera-barat-4-728.jpg?cb=1324389617
http://image.slidesharecdn.com/upacarapendirianrumahgadangminangkabausumaterabarat-111220074955-phpapp02/95/upacara-pendirian-rumah-gadang-minang-kabau-sumatera-barat-5-728.jpg?cb=1324389617
http://image.slidesharecdn.com/upacarapendirianrumahgadangminangkabausumaterabarat-111220074955-phpapp02/95/upacara-pendirian-rumah-gadang-minang-kabau-sumatera-barat-6-728.jpg?cb=1324389617
http://image.slidesharecdn.com/upacarapendirianrumahgadangminangkabausumaterabarat-111220074955-phpapp02/95/upacara-pendirian-rumah-gadang-minang-kabau-sumatera-barat-7-728.jpg?cb=1324389617
http://image.slidesharecdn.com/upacarapendirianrumahgadangminangkabausumaterabarat-111220074955-phpapp02/95/upacara-pendirian-rumah-gadang-minang-kabau-sumatera-barat-8-728.jpg?cb=1324389617